Selamat siang…
(Pengantar: Maaf. Sudah beberapa hari terakhir saya mencoba mencari terjemahan Bahasa Indonesia dari judul tulisan ini, tapi tetap saja saya tidak menemukan jawaban yang memuaskan. Saya even sudah bertanya kepada orang yang saya anggap lebih pakar bahasa Inggrisnya dari pada saya, tapi tetap tidak mendapatkan suatu kata yang cukup singkat yang bisa dijadikan sebagai penggantinya. Akan tetapi, itu adalah pertanyaan yang ingin saya tanyakan kepada semua orang yang tertarik atau memiliki kepentingan (terutama investasi, baik yang langsung sebagai pemodal BEI maupun yang tidak langsung dengan melalui reksadana) akan bergerakan IHSG dan harga saham di Bursa Efek Indonesia: Sudahkah anda menemukan ‘kambing hitam’ yang merupakan penyebab dari koreksi (penurunan harga) yang tengah terjadi?)
Koreksi atas IHSG sudah terjadi. Penurunan IHSG sudah terjadi terlalu dalam dalam waktu yang cukup singkat. Jika anda adalah orang yang normal, pasti anda sudah berusaha mencari tahu, apa yang sedang terjadi. Setiap orang akan mencari jawaban atas terjadinya koreksi.
Inflasi (bisa jadi) bukanlah penyebabnya
Angka inflasi tahunan untuk tahun 2010 sebesar 6.96% adalah sebuah angka inflasi yang tinggi. Akan tetapi, sadarkah anda bahwa angka inflasi memang sudah tinggi semenjak kuartal kedua tahun lalu? Angka inflasi tahunan sebenarnya sudah diatas 5%. Para ekonom bahkan sudah menaikkan asumsi inflasi akhir tahun 2010 semenjak bulan September – Oktober tahun lalu. Akan tetapi, orang sepertinya baru khawatir akan angka inflasi baru semenjak awal bulan ini, ketika harga cabe sudah mencapai Rp 100000 – Rp 120000, dan harga beras sudah membubung tinggi.
Suku bunga (SBI) akan bergerak naik (apa?)
Orang kemudian khawatir bahwa angka inflasi yang tinggi ini akan membuat Bank Indonesia menaikkan SBI. Masih ingatkah anda bahwa ada suatu masa (kalau nggak salah sekitar tahun 2007-2008, setelah kenaikan BBM yang ke sekian kali) dimana angka inflasi tinggi, ternyata kemudian orang berteriak ‘hei… core inflation masih rendah… no need to worry lah… suku bunga tidak perlu naik karena core inflation masih rendah’ dan suku bunga kemudian tidak bergerak naik. Suku bunga harus naik karena inflasi diatas suku bunga simpanan? Angka inflasi beberapa tahun terakhir juga sudah di atas level 5% per tahun, sedangkan suku bunga deposito yang untuk orang kebanyakan (untuk simpanan dibawah Rp 500 juta) juga bertahan di sekitar level 5% – 6% per tahun. Orang Indonesia sepertinya sudah terbiasa deh, dengan suku bunga deposito yang dibawah inflasi. Itu yang menyebabkan industri reksadana bisa berkembang dan ORI/SUKRI bisa laku di pasaran.
Masih banyak sebenarnya ‘kambing hitam’ yang lain. Ada orang yang bilang kalau ini adalah sebuah siklus win – lose (Indeks yang sudah dua tahun berkinerja bagus akan berkinerja buruk). Saya sudah baca tulisannya, pembuktiannya terlihat lemah sehingga alasan ini sebenarnya juga lemah. Ada rumor lain yang bilang bahwa ada ETF yang jatuh tempo. Memang ETF bisa jatuh tempo ya? Wah… kayanya saya masih harus belajar niy.. tapi sepengetahuan saya, ETF itu dijual bisa, di redeem bisa, dibubarkan bisa. Tapi kalau jatuh tempo?
Liquidity Problem, My personal ‘Scapegoat’
Tahun lalu, angka inflasi memang sudah memburuk semenjak bulan Juni, akan tetapi, karena pada bulan Juli Japanese Credit Rating Agency (JCRA) menaikkan peringkat hutang Indonesia menjadi investment grade, maka setelah itu, aliran dana asing yang masuk telah membuat harga saham kita terus bergerak naik. Masuknya dana asing ini, menerjang semua berita buruk yang muncul pada saat itu. Inflasi, kemungkinan naiknya suku bunga,kemungkinan pembatasan BBM subisidi, trend dari indeks regional yang cenderung turun, letusan gunung Merapi, dan masih banyak lagi. Semua berita buruk ini dilibas seakan bursa kita adalah bursa yang kebal peluru, hanya karena dana asing terus merangsek ke bursa.
Dengan kinerja bursa seperti itu, kita kemudian menghadapi peralihan tahun. Masih ingatkah anda akan alasan-alasan yang dikemukakan oleh para analis di bulan Desember lalu mengenai IHSG 5000-5500 di akhir tahun 2011 ini? Salah satu yang paling sering disebutkan adalah besarnya aliran dana asing yang masuk ‘jika nanti’ peringkat surat huang Indonesia dimasukkan ke dalam investment grade oleh lembaga-lembaga pemeringhat internasional (Fitch, Moody, S&P). Akan tetapi, ‘jika nanti’ itu kan kapan juga belum pasti. Moody kemarin menaikkan rating surat hutang Indonesia, tapi rating itu masih setingkat dibawah investment grade. Apakah Moody akan menaikkan peringkat surat hutang Indonesia lagi tahun ini? Saya tidak mau berspekulasi. Kapan S&P dan Fitch akan menaikkan rating surat hutang Indonesia? Apakah di tahun ini? Kita juga tidak punya jawaban yang pasti.
Sekarang begini: Setelah aliran dana asing yang deras selama bulan Juli – September, aliran dana asing terlihat mulai stagnan semenjak Oktober. Di awal Januari, kita di kejutkan oleh tekanan jual asing yang cukup besar. Tekanan jual yang terjadi semenjak tanggal 6 hinggal 12 Januari lalu, telah mencapai sekitar Rp 5 trilyun – Rp 6 trilyun. Pada awalnya, saya sempat curiga bahwa investor asing melakukan profit taking, dan kemudian keluar dari Bursa Indonesia. Tapi, ternyata (bisa jadi) bukan. Nilai tukar Rupiah – US Dollar yang terus stabil adalah buktinya. Lantas untuk apa mereka melakukan posisi jual? Salah satu dugaan yang kemudian terlintas di depan mata saya adalah: oh iya, bulan Februari nanti, kebutuhan dana untuk investasi kan lumayan besar. Ada right issue Bank Mandiri, dan IPO Garuda Indonesia. Nilai dari dua aksi korporasi adalah kira-kira sebesar Rp 15 trilyun – Rp 20 trilyun. Jika kita asumsikan bahwa investor asing akan menyerap sekitar 50% – 60% dari IPO, seperti komposisi kepemilikan asing – lokal saat ini, maka jika tidak ada dana asing baru yang masuk, berarti investor asing tersebut harus menyiapkan antara Rp 7 trilyun – Rp 12 trilyun untuk membeli efek tersebut. Penjualannya memang harus dilakukan semenjak awal Januari karena mereka tidak dapat mendapatkan dana sebesar itu hanya dalam melakukan penjualan dalam sehari atau bahkan seminggu. Apakah tekanan jual ini adalah bagian dari antisipasi investor asing tersebut?
Semua hanyalah spekulasi. Semua hanya dugaan. Saya memang tidak berada di dalam ‘jalur informasi’ ataupun memiliki sumber daya yang cukup sehingga saya juga tidak bisa memastikan apakah dugaan tersebut benar. Fakta yang ada: selama 3 minggu terakhir Dow Jones Industrial masih cenderung naik, harga komoditas (terutama batubara) masih tinggi, akan tetapi indeks bursa di kawasan Asia baru turun setelah China memberikan signal bahwa mereka masih belum selesai dalam mengendalikan inflasi (tapi kalau ini semua adalah pengaruh dari China/bursa Shanghai, kenapa pada hari Jumat kemarin Shanghai rebound sedangkan kita tidak?). Yang saya tahu (kalau dilihat dari sisi analisis teknikalnya niy…):
- Penembusan IHSG atas suport 3530 memang memiliki potensi penurunan hingga kisaran 3300-3350. Apakah trend turun dari IHSG sudah mencapai bottomnya sehingga kedepan IHSG akan rebound? Tetap saja masih belum jelas. Dilihat dari trend naik yang terjadi semenjak bulan Mei 2010, penurunan hingga retracement 50% di 3150 sebenarnya juga masih tergolong normal. Akan tetapi, saya tidak bilang bahwa IHSG akan bergerak menuju level itu. Jika suport di 3300-3350 gagal bertahan, baru nanti saya bilang bahwa arahnya memang kesitu.
- IHSG saat ini masih berada dalam trend turun. Akan tetapi, jika resisten di 3450 bisa ditembus, IHSG memiliki potensi kenaikan hingga kisaran 3650 – 3700.
- Trend untuk jangka panjang, tetaplah berupa trend naik. Trend naik jangka panjang ini berakhir jika suport di 2800-2825 gagal bertahan.
Saya sebenarnya tidak terlalu perduli dengan alasan atau kambing hitam yang sudah anda atau saya tentukan. Saya sebenarnya hanya ingin bertanya: Sudahkah anda mencapai tujuan yang ingin anda capai ketika anda mulai melakukan beli – jual saham? Sudahkah anda melihat ‘akibat’ dari koreksi tersebut pada portfolio anda? Sudahkah anda menentukan apakah anda adalah seorang investor atau seorang trader? Ataukah anda adalah seorang investor dadakan (tadinya maunya trading, tapi ternyata karena nyangkut, anda kemudian menahan posisi karena tidak disiplin dalam melakukan stoploss, dan akhirnya kerugian sekarang sudah menjadi semakin dalam). Jika anda adalah seorang investor, selama outlook jangka panjang anda tidak berubah (tetap bagus), anda seharusnya tidak perlu takut. Jika anda adalah seorang trader, semoga anda tidak lupa bahwa prinsip dasar dari seorang trader adalah: beli ketika harga akan bergerak naik, dan jual ketika harga akan bergerak turun. Akan tetapi, jika anda adalah seorang investor dadakan (terutama bagi anda yang menggunakan fasilitas margin nih), bersiaplah menghadapi kondisi terburuk karena market memang memiliki tradisi yang panjang dalam menghukum orang-orang yang tidak disiplin.
Oh iya… Harga right issue Bank Mandiri dan IPO Garuda akan diumumkan siang ini. Jika ternyata harga right issue BMRI dibawah perkiraan pasar, bisa jadi terdapat kelebihan dana yang bisa masuk ke pasar. Artinya: pilihan ‘scapegoat’ saya benar. Akan kah itu terjadi?
Kalau benar ya Alhamdulillah (terutama karena IHSG bisa bergerak naik lagi). Semoga IHSG bisa terus bergerak naik hingga 3650 – 3700 dalam waktu dekat. Tapi kalau salah… yah… memang saya hanya manusia. Tidak ada manusia yang bisa 100% sempurna.
Happy trading, semoga untung!!!
Satrio Utomo
Traders Trainer, Market Analyst, Peminat Analisis Teknikal
Bekerja sebagai Head of Research di PT Universal Broker Indonesia.
Penulis buku ‘Membuat perencanaan trading dengan menggunakan suport, resisten, trend, dan FIBONACCI RETRACEMENT‘
blog pribadi: www.rencanatrading.com